TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA

Harap Kirimkan Komentar Anda!!!

Kamis, 26 Januari 2012

Asas dan Sistem Pemungutan Pajak


- Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (asal tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan berasal dair dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal si Wajib Pajak.

c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

- Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System
Adalah suatu sisitem pemungutan yang memberik wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menuntukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak>

Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewang kepada Wajib Pajak untuk menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
2) Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh si Wajib Pajak.

Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.

Kelompok-kelompok Dalam Neraca


Aktiva Lancar


Aktiva lancar merupakan suatu komponen dalam neraca yang tidak lain berisi harta perusahaan yang dapat diharapkan bisa dikonversikan menjadi uang kas dalam kurun kurang dari satu tahun atau satu siklus bisnis perusahaan. Perkiraan yang dapat dikategorikan sebagai aktiva lancar adalah:

- Kas atau ekuivalen kas yaitu terdiri dari uang kas di brankas perusahaan, rekening koran, deposito, dan lainnya.

- Surat berharga yaitu termasuk di sini investasi perusahaan dalam bentuk surat berharga seperti saham yang dapat diperjualbelikan seketika, surat pengakuan hutang, obligasi, dan lain-lain yang dapat diperjualbelikan.

- Piutang yaitu dimana suatu perusahaan mempunyai hak untuk menagih utangnya kepada pihak lain yang berhutang, piutang ini dapat direalisasikan menjadi kas jika sudah ada pembayaran atau menjual piutang kepada orang lain.

- Persediaan yaitu biasanya merupakan harta lancar yang diperkirakan dapat dikonversi menjadi kas lewat penjualan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku atau barang setengah jadi akan berubah menjadi kas lewat serangkaian produksi tambahan, yaitu barang jadi -> dijual -> Piutang/kas -> dibayar (jika piutang) -> Menjadi kas.

- Biaya dibayar dimuka maksudnya perkiraan ini diletakan sebagai aktiva lancar karena dianggap sebagai harta perusahaan yang diserahkan pada pihak lain dan dapat diambil seketika. Contohnya, perusahaan membayar sewa kantor untuk 3 tahun, pada saat neraca disusun sewa baru berjalan 5 bulan, maka biaya sewa 2,5 tahun adalah biaya dibayar dimuka.

- Aktiva lancar lainnya yaitu aktiva yang memiliki kriteria aktiva lancar namun jumlahnya sangat kecil.

Properti dan Perlengkapan

Maksud dari komponen atau kelompok
aktiva ini adalah harta tetap perusahaan berupa mesin, rumah, kantor, gedung, alat-alat kantor. Untuk perlengkapan biasanya masuk kedalam aktiva lancar, karena biasanya perlengkapan masa usia gunanya kurang dari satu tahun. Untuk aktiva tetap sendiri usia gunanya adalah lebih dari satu tahun seperti mesin, gedung, tanah, dll. Dan perlu diingat bila aktiva tetap ini dimaksudkan untuk dijual kembali maka akan digolongkan kedalam kelompok aktiva lancar.

Aktiva tidak berwujud
Mendengar namanya saja sudah pasti aktiva ini tidak memiliki fisik alias tidak bisa dilihat, aktiva seperti ini memang ada seperti hak paten, hak royalti, atau hak lainnya.

Utang Lancar


Utang lancar adalah kelompok utang yang berisi tagihan yang harus dibayar oleh perusahaan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Dengan kata lain, bila perusahaan memiliki utang yang dicicil dalam jangka waktu 10 tahun maka cicilan yang akan jatuh tempo untuk tahun tersebut harus dikategorikan sebagai utang lancar.

- Utang jangka pendek -> Merupakan bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo.

- Utang dagang -> Berupa utang pembelian bahan baku, bahan pembantu atau utang lain dalam rangka proses produksi dan jasa.

- Biaya yang dicadangkan -> Merupakan manfaat yang sudah dinikmati perusahaan naum belum ditagih oleh pihak lain, akan tetapi ketika ditagih maka harus dibayar segera. Misalnya, pemakaian listrik dan telepon yang baru akan ditagih pada bulan yang akan datang. Pada tanggal neraca disusun perkiraan penggunaan tersebut harus dibukukan sebagai biaya yangn dicadangkan.

- Utang pajak -> ini merupakan utang pajak kepada pemerintah yang harus dilunasi selama tahun berjalan.

Utang Jangka Panjang


Utang jangka panjang adalah utang perusahaan yang jatuh tempo bukan pada tahun berjalan. Porsi yang akan jatuh tempo pada tahun berjalan harus dipindahkan ke kelompok utang lancar.

Modal
Modal merupakan kelompok yang berisi klaim dari pemilik terhadap perusahaan. Biasanya pada urutan pertama sajikan saham pemilik. Berikutnya adalah agio saham (harga jual saham di atas harga nominal) atau additional paid in capital.

Perkembangan Akuntansi Publik

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP).
BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas tugasnya pada pemerintah juga.
Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan.
Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja.
Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun badan yang
berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA (American Accountant Association) yang berada di Amerika.
Akuntansi sektor publik – dari berbagai informasi diperoleh bahwa pemahaman sektor publik sering diartikan sebagai aturan pelengkap pemerintah yang mengakumulasi “utang sektor publik” dan “permintaan pinjaman sektor publik” untuk suatu tahun tertentu. Artikulasi ini dampak dari sudut pandang ekonomi dan politik yang selama ini mendominasi  perdebatan sektor publik. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi. Terlihat jelas, dalam artian luas, sektor publik disebut bidang yang membicarakan metoda manajemen negara. Sedangkan dalam arti sempit, diartikan sebagai pembahasan pajak dan kebijakan perpajakan. Dari berbagai sebutan yang muncul, sektor publik dapat diartikan dari berbagai disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain.
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. 
Kemunculannya lebih dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial didalam masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk pemerintahan. Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
1. Semangat kapitalisasi (Capitalistic Spirit).
2. Peristiwa politik dan ekonomi (Economic and Politic Event).
3. Inovasi teknologi (Technology Inovation).

Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia – Penerapan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia Salah satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN. Di tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyaknya ‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989).

Deregulasi Akuntansi Sektor Publik Di Era Pra Reformasi - Krisis ekonomi dewasa ini telah membawa kita pada titik yang terburuk selama lebih dari 30 tahun. Dewasa ini kita menghadapi permasalahan yang bertumpuk-tumpuk. Ekonomi kita mengalami kontraksi yang besar dengan laju inflasi yang tinggi. Nilai tukar Rupiah jatuh, suku bunga tinggi.
Pengaruh kemarau yang berkepanjangan pada tahun 1997, berdampak negatif pada produksi bahan makanan, yang pada gilirannya kita harus mengimpor beberapa jenis bahan makanan dalam jumlah yang cukup besar. Kegiatan produksi tersendat-sendat dan ekspor hasil industri manufaktur menghadapi berbagai hambatan, antara lain, oleh karena kesulitan untuk mengimpor bahan baku dan suku cadang.
Sebabnya oleh karena hilangnya kepercayaan kepada perbankan nasional. Bank-bank dan perusahaan-perusahaan kita menghadapi masalah hutang yang berat baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak industri telah mengurangi kegiatannya, bahkan ada yang telah menghentikannya. Oleh karena itu telah terjadi pemutusan hubungan kerja yang pada gilirannya telah menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran. Peningkatan jumlah pengangguran yang berlangsung bersamaan dengan meningkatnya laju inflasi telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan yang sangat besar. 
Sesuai dengan literatur good governance, perangkat hukum dan penegakkan hukum adalah prasyarat terbangunnya suatu good governance. Dengan segala hambatan dan keterbatasan yang kita miliki, semangat untuk membangun Indonesia Baru dengan berbasiskan good governance masih terus hidup hampir di segenap organisasi apakah itu organisasi Pemerintah maupun organisasi non Pemerintah.
Dalam perspektif keuangan khususnya Institusi Pemerintah, reformasi sudah mulai dibangun dengan dikeluarkannya beberapa landasan hukum, pengenalan perangkat tehnologi untuk mempercepat proses organisasi, dan pengenalan serta kewajiban untuk menerapkan sistim organisasi dengan berbasiskan good governance kepada institusi Pemerintah. Perubahan total dalam proses dan struktur serta “content-isi” penganggaran pemerintah-APBN dan APBD serta Akuntansi merupakan 2 (dua) produk utama untuk membangun sistim organisasi yang berbasiskan good governance. Namun demikian, 2 (dua) produk reformasi keuangan ini akan tidak optimal jika tidak di imbangi oleh kesiapan sumber daya manusianya untuk menerima dan mengimplemen tasikan produk reformasi keuangan tersebut. 
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melakukan sebuah Reformasi Akuntansi sebagaimana dapat dilihat dalam gambar dibawah ini, dimulai melalui Perangkat hukum yang jelas yang diikuti oleh sebuah Standar Akuntansi Pemerintah sebagai acuan dasar terbentuknya sebuah laporan keuangan yang memiliki prinsip-prinsip adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001 memunculkan jenis akuntabilitas baru, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Dalam hal ini terdapat tiga jenis pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu (1) pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi, (2) pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan, dan (3) pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah.
Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah.
Pembaharuan manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah ini, ditandai dengan perubahan yang sangat mendasar, mulai dari sistem pengganggarannya, perbendaharaan sampai kepada pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sebelum bergulirnya otonomi daerah, pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah hanya berupa Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Dengan bergulirnya otonomi daerah, laporan pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat oleh Kepala Daerah adalah berupa Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan Arus Kas dan Neraca Daerah. Kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan daerah ini diberlakukan sejak 1 Januari 2001, tetapi hingga saat ini pemerintah daerah masih belum memiliki standar akuntansi pemerintahan yang menjadi acuan di dalam membangun sistem akuntansi keuangan daerahnya.
Kedua jenis laporan terakhir yaitu neraca daerah dan laporan arus kas tidak mungkin dapat dibuat tanpa didasarkan pada suatu standar akuntansi yang berterima umum di sektor pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan inilah yang selalu menjadi pertanyaan bagi pemerintah daerah, karena bagaimana mungkin suatu laporan neraca daerah dapat disusun tanpa didasarkan suatu standar akuntansi. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah apakah standar akuntansi pemerintahan ini harus mengacu sepenuhnya kepada praktek-praktek akuntansi yang berlaku secara internasional ? Pemerintah Daerah masih banyak yang ragu dalam menerapkan suatu sistem akuntansi keuangan daerah karena ketiadaan standar, walaupun dalam penjelasan pasal 35 PP 105/2000 disebutkan bahwa sepanjang standar dimaksud belum ada, dapat digunakan standar yang berlaku saat ini. Lebih lanjut, dalam pasal-pasal lainnya disebutkan bahwa kewenangan untuk menyusun sistem dan prosedur akuntansi sepenuhnya merupakan kewenangan daerah, yaitu :
·Pasal 14 ayat (1) menetapkan bahwa keputusan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·Pasal 14 ayat (3) menetapkan bahwa sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dari ketentuan tersebut di atas, seharusnya penerapan sistem dan prosedur akuntansi dalam rangka penyusunan laporan keuangan daerah dapat menggunakan standar akuntansi yang ada atau berlaku selama ini, tidak perlu harus menunggu standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai pasal 57 ayat (2) UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kewajiban pemerintah daerah untuk menyusun neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas dan nota perhitungan merupakan kewajiban yang tidak bisa ditunda-tunda karena hal tersebut merupakan pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD. 
Hingga saat ini, pemerintah daerah yang telah memiliki neraca daerah sebanyak 169 Pemerintah Daerah berdasarkan hasil asistensi yang dilakukan oleh BPKP sebagai anggota Tim Pokja 355/2001. Hal ini merupakan tonggak sejarah bukan saja bagi pemerintah daerah, tetapi juga bagi pemerintah Indonesia. Dengan adanya neraca tersebut, maka laporan pertanggungjawaban keuangan daerah akan menjadi lebih transparan dan akuntabel kepada publik .


Sejarah dan Perkembangan Akuntansi


EVOLUSI PEMBUKUAN PENCATATAN BERPASANGAN
Sejarah awal akuntansi 
Berbagai percobaan telah dilakukan untuk menyatakan lokasi dan waktu dari lahirnyasistem pencatatan berpasangan yang telah menghasilkan berbagai skenario. Kebanyakanskenario tersebut mengakui adanya kehadiran suatu bentuk pelaksanaan pencatatan disebagian besar kebudayaan sejak sekitar 3.000 tahun sebelum masehi.A. C. Littleton membuat daftar tujuh prasyarat bagi munculnya pembukuan yangsistematis :
Seni Penulisan ( The Art of Writing),
karena pembukuan pada intinya adalah sebuah catatan;
 Aritmetika (Arithmetic),
karna aspek mekanis dari pembukuan mengandung adanyaserangkaian perhitungan sederhana;
Milik Pribadi ( Private Property),
karena pembukuanhanya berkepentingan dengan pencatatan fakta-fakta mengenai harta benda dan hak miliknya;
Uang (Money)
yaitu transaksi yang belum selesai, karena tidak akan ada dorongan untuk membuat catatan apa pun jika seluruh pertukaran dilakukan di tempat saat itu juga;
 Perdagangan ( Commerce)
, karena sebuah penjualan lokal saja tidak akan menciptakancukup tekanan (volume bisnis) untuk merangsang manusia mengkoordinasikan berbagai pemikiran ke dalam suatu sistem;
Modal (Capital),
karena tanpa modal perdagangan tidak akan berarti dan pemberian kredit menjadi sesuatu yang tidak mungkin bisa dibayangkan.Masing-masing kebudayaan kuno yang disebutkan diatas telah mencakup prasyarat- prasyarat tersebut, sekaligus menjelaskan mengapa telah terdapat semacam pembukuandidalamnya. Jika kita ingin melacak ilmu yang penting ini (akuntansi) kembali ke asalusulnya, kita secara alamiah akan menganggap pertemuan pertamanya akan berasal dari para pedagang yang pertama; dan tidak ada seorang pun yang layak mengklaim hal itu tersebut.
 pada masa itu selain orang-orang Arab. Orang-orang Mesir, yang selama beberapa masamenunjukkan kejayaannya di dunia perdagangan, memperoleh pemikiran melakukan perdagangan tersebut melalui interaksinya dengan bangsa tersebut; dan, sebagaikonsekuensinya, dari merekalah orang-orang Mesir harus melakukan suatu bentuk pertamadari akuntansi, yang menurut cara perdagangan yang umum, dikomunikasikan ke seluruhkota-kota di Timur Tengah. Bisnis perdagangan, yang untuk setiap kota-kota perdagangan diEropa dihubungkan oleh orang-orang Lombardia, ikut pula memperkenalkan metode merekadalam pencatatan rekening, melalui penggunaan pencatatan berpasangan; yang kini dikenaldengan sebutan pembukuan Italia.Pembukuan Italia ini berkembang, seiring dengan perkembangan perdagangan darirepublik Italia dan penggunaan metode pembukuan pencatatan berpasangan di abad ke-14.Buku pencatatan berpasangan yang pertama kali dikenal adalah pembukuan Massari dariGenoa, yang bertanggal sejak tahun 1340.
 
 
Kontribusi Luca Pacioli 
Nama Luca Pacioli, seorang pastur dari ordo Fransiskus, pada umumnya diasosiasikandengan pengenalan pembukuan pencatatan berpasangan untuk pertama kalinya. Pada tahun1494 ia menerbitkan bukunya, Summa de Arithmetica Geometria, Proportioni etProportionalita yang didalamnya terdapat dua buah bab-de Computis et Scripturis-yangmenjelaskan pembukuan pencatatan berpasangan. Ia menyatakan bahwa tujuan pembukuanadalah “untuk memberikan informasi yang tidak tertunda kepada para pedagang mengenaikeadaan aktiva dan utang-utangnya”. Debit (adebeo) dan kredit (credito) digunakan dalam pencatatan untuk memastikan sebuah pencatatan berpasangan. Ia berkata, “Seluruh pencatatan harus berpasangan. Yaitu, jika Anda membuat seorang kreditor, maka Anda harusmembuat seorang debitor”. Tiga buku digunakan disini : sebuah memorandum, sebuah jurnal,dan sebuah buku besar. Pada waktu yang bersamaan, mengingat umur yang pendek dari perusahaan-perusahaan bisnis, Pacioli menyarankan perhitungan dari laba suatu periode dan penutupan buku. Dibawah ini adalah saran yang diberikan:Merupakan suatu hal yang baik untuk menutup buku setiap tahun, terutama jika Andamemiliki kerja sama kemitraan dengan pihak-pihak lain. Seringnya melakukan pencatatanakuntansi akan memperpanjang persahabatan.